Kamis, 16 Oktober 2025

Yakin Pelaku Peredaran Narkoba Masih Berkeliaran, Basa & Rekan Nilai Alimullah Korban Salah Tangkap

 


Kotabaru Kalsel // Gebraknasional.com - Kuasa hukum terdakwa kasus Narkotika, Alimullah alias Ali Sepit, Menilai proses penetapan kliennya sebagai tersangka sarat kejanggalan dan tidak memenuhi prosedur hukum. Hal itu disampaikan M. Hafidz Halim, S.H., alias Bang Naga dari kantor hukum Basa & Rekan (Badrul Ain Sanusi Al-Afif), usai sidang lanjutan di Pengadilan Negeri Kotabaru, Rabu (15/10/2025).


Menurut Halim, jaksa penuntut umum (JPU) tidak mampu membuktikan dua alat bukti yang sah sebagaimana disyaratkan dalam Pasal 184 KUHAP untuk menetapkan seseorang sebagai tersangka. Ia menegaskan bahwa sejak awal, proses hukum terhadap Alimullah tidak sinkron antara waktu penyitaan barang bukti dan penetapan status tersangka.


“Barang bukti disita setelah penetapan tersangka dilakukan. Menurut kami, prosesnya tidak prosedural. Ditambah lagi, ada barang bukti yang hilang dari BAP. Selain itu, penetapan barang bukti dilakukan di Pengadilan Negeri Kotabaru, padahal kejadiannya di Batulicin,” ujar Halim.


Dalam persidangan, tim kuasa hukum juga menemukan sejumlah keterangan saksi yang dianggap kontradiktif. Salah satu saksi dari kepolisian disebut memberikan keterangan berbeda antara di berita acara pemeriksaan (BAP) dan di ruang sidang.


“Dalam BAP, saksi menyebut hanya rekannya yang melakukan pengejaran. Namun di pengadilan, ia justru menyatakan ikut melakukan pengejaran. Hal ini menunjukkan adanya kelemahan dalam proses penyidikan dan pembuktian,” jelasnya.


Selain itu, barang bukti sabu seberat 40 gram lebih yang disebut berasal dari almarhum Riduansyah alias Duan hingga kini tidak pernah dihadirkan dalam persidangan. Riduansyah diketahui meninggal dunia di Sungai Desa Saring saat dilakukan pengejaran oleh anggota kepolisian.


“Ada tiga orang yang meninggal di sungai saat itu. Pembuktian sebenarnya sudah terputus kami mempertanyakan keberadaan barang bukti tersebut, karena hanya 25 gram lebih yang disita, itu pun dari Riduansyah. Padahal orangnya sudah meninggal, tapi di berkas perkara disebutkan sempat diperiksa sebagai tersangka. Bagaimana mungkin dilakukan pemeriksaan terhadap seseorang yang sudah meninggal? Itu jelas tidak mungkin tegas Halim yang Biasa Di sebut Bang Naga".


Ia menambahkan, penyelidik mengakui penetapan tersangka terhadap Alimullah hanya berdasarkan petunjuk dan pengakuan M. Nafiah, padahal di persidangan Nafiah mengaku tidak mengenal maupun berkomunikasi dengan Alimullah.


Kasus yang menjerat Alimullah bermula dari penangkapan M. Nafiah alias Arul Bedu oleh Satresnarkoba Polres Kotabaru pada 18 November 2024 di rumahnya di Jalan Suryawangsa, Kelurahan Kotabaru Hulu. Dari hasil penggeledahan, polisi menemukan 20 paket sabu seberat 20,12 gram, timbangan digital, plastik klip kosong, dan satu ponsel.


Berdasarkan hasil pemeriksaan, Nafiah mengaku memperoleh sabu dari seseorang bernama Ali berdasarkan keterangan Riduansyah. Jaksa kemudian mendakwa Alimullah karena diduga mengendalikan transaksi dari dalam Lapas Narkotika Karang Intan melalui perantara Riduansyah alias Duan.


Sehari setelah penangkapan, polisi meminta Nafiah membantu operasi penjebakan dengan berpura-pura membeli sabu kembali dari Ali Sepit. Dari komunikasi lewat pesan singkat, Ali mengarahkan agar pengambilan barang dilakukan di Batulicin, Kabupaten Tanah Bumbu.


Pada 20 November 2024, Nafiah yang didampingi seorang saksi polisi menunggu di SPBU Kersik Putih sesuai arahan. Tak lama kemudian, mobil merah yang dikendarai Riduansyah datang dan menyerahkan plastik hitam berisi sabu sambil berkata, “Titipan Ali.”


Polisi yang mengintai langsung melakukan pengejaran, namun Riduansyah berusaha kabur dan sempat membuang tas hitam berisi sabu di sekitar RS Husada Batulicin. Mobil yang dikendarainya kemudian menabrak kendaraan lain di Desa Saring Binjai, lalu Riduansyah melompat ke sungai dan tidak tertangkap.


Dari hasil pengembangan, Ali Sepit disebut memperoleh keuntungan Rp1 juta per kantong sabu dan mendapatkan pasokan dari seseorang bernama Sahar (DPO) di Banjarmasin melalui aplikasi Zangi. Barang bukti yang berhasil disita kemudian ditimbang total 24,92 gram kotor atau 20,12 gram bersih, dan hasil uji laboratorium menunjukkan positif mengandung metamfetamina golongan I.


Namun dalam sidang pembuktian, saksi M. Nafiah justru menyatakan tidak pernah berkomunikasi dengan Alimullah, melainkan dengan seseorang bernama Ali. Fakta tersebut, menurut Halim, memperkuat dugaan bahwa telah terjadi kekeliruan dalam proses identifikasi pelaku.


“Screenshot nomor handphone yang ditunjukkan JPU di persidangan—yang disinyalir digunakan untuk bertransaksi antara Nafiah dan Ali—ternyata masih aktif dan bisa dihubungi. Saat ditelepon di depan majelis hakim, pemilik nomor itu mengaku dirinya juga bernama Ali. Jadi siapa sebenarnya yang berkomunikasi dengan Nafiah ini? Mengapa ada dua Ali? Sudah sangat jelas, Ali yang berkomunikasi dengan Nafiah masih berkeliaran,” ujarnya.


Halim menilai fakta-fakta yang terungkap di persidangan menunjukkan adanya potensi salah tangkap terhadap kliennya. Ia juga menyoroti sikap jaksa yang dinilai tetap memaksakan perkara meski pembuktiannya lemah.


“Bisa jadi klien kami korban salah tangkap, bahkan terkesan perkaranya dipaksakan,” katanya.


Kuasa hukum berharap majelis hakim dapat menilai perkara ini secara objektif berdasarkan fakta hukum yang terungkap di persidangan.


“Hakim harus objektif, tidak boleh subjektif memenangkan salah satu pihak. Lebih baik membebaskan seribu orang bersalah daripada menghukum satu orang yang tidak bersalah,” tegas Halim.


Sidang perkara nomor 119/Pid.Sus/2025/PN Ktb dengan majelis hakim Wilmar Ibni Rusydan, S.H., M.H., Agung Satrio Wibowo, S.H., dan Anggita Sabrina, S.H. akan dilanjutkan pada Rabu, 22 Oktober 2025, dengan agenda pemeriksaan lanjutan. Jaksa penuntut umum dalam perkara ini adalah KT. Firnanda Pramudya dan Irfan Hidayat Indra Pradhana. (Guntur/Red)

Show comments
Hide comments
Tidak ada komentar:
Tulis komentar

Berita Terbaru

Back to Top